Panggilan Musa dan Kembalinya ke Mesir: Konflik dengan Firaun di Masa Akhenaten

Kisah Musa adalah salah satu narasi paling terkenal dalam tradisi Yahudi, Kristen, dan Islam. Namun, jika ditelusuri dari perspektif sejarah, kisah ini juga bisa ditempatkan dalam konteks Mesir Kuno, khususnya masa Dinasti ke-18. Dalam bagian ini, kita menelusuri panggilan Musa dari Horeb, kondisi Mesir saat ia kembali, profil Firaun, hingga konflik yang membentuk perjalanan eksodus.

Panggilan Ilahi di Gunung Horeb

Torah mencatat bahwa Musa, saat menggembalakan kambing domba mertuanya di tanah Midian, menerima panggilan Tuhan di Gunung Horeb (Keluaran 3:1–12). Panggilan ini menjadi titik balik sejarah, menandai awal misi kenabian Musa untuk membebaskan bangsa Israel dari penindasan Mesir.

Horeb, yang berada dekat wilayah Midian (sekarang barat laut Arab Saudi), memberikan lokasi strategis bagi Musa. Di sinilah transformasinya dimulai: dari penggembala sederhana menjadi pemimpin besar dengan mandat ilahi.

Kembali ke Mesir: Negeri yang Berubah

Ketika Musa kembali, Mesir sudah tidak sama seperti saat ia meninggalkan Thebes. Anak Thutmise III, Amenhotep II kini telah naik tahta. itu mungkin memberaihkan catatan kriminal nya, atau setidaknya catatan kriminal musa telah dilupakan terlupakan dalam sejarah.

Amenhotep II dikenal sebagai firaun yang keras. Selain eksekusi pemberontak, catatan menyebutkan bahwa ia membawa banyak tawanan perang kembali ke Mesir, beberapa di antaranya digunakan sebagai tenaga kerja paksa.

Konflik Terbuka: Musa vs Firaun

Konfrontasi antara Musa dan Firaun memuncak dalam 10 tulah. Konflik ini bukan sekadar politik atau ekonomi, tapi juga benturan nilai dan legitimasi religius [1][7].

  • Firaun keras hati: Menolak tuntutan pembebasan Israel meski menghadapi tekanan sosial, ekonomi, dan religius.
  • Musa sebagai pemimpin: Menegaskan mandat ilahi, memobilisasi rakyat Israel, dan menampilkan mukjizat sebagai tanda.
  • Konsekuensi sosial: Pergeseran ibu kota dan proyek pembangunan membuat konflik semakin kompleks.

Kesimpulan

Kisah Musa lebih dari sekadar narasi religius. Dengan menempatkan panggilan di Horeb, kembalinya ke Mesir, revolusi bani israel, dan konflik dengan Firaun dalam konteks sejarah dan arkeologis, kita melihat Musa sebagai pemimpin yang menavigasi kekuatan politik, sosial, dan religius bani Israel di Mesir Kuno. Eksodus menjadi perjalanan nilai, identitas, dan keberanian melawan otoritas absolut, relevan secara historis maupun spiritual.


Referensi

  1. The Torah, Keluaran 3:1–12; 5:2; 7:13
  2. Hoffmeier, James K. Ancient Israel in Sinai: The Evidence for the Authenticity of the Wilderness Tradition. Oxford University Press, 2005.
  3. Redford, Donald B. Akhenaten: The Heretic King. Princeton University Press, 1984.
  4. Kemp, Barry J. Ancient Egypt: Anatomy of a Civilization. Routledge, 2006.
  5. Tyldesley, Joyce. Akhenaten: Egypt's False Prophet. Viking, 1998.
  6. Exodus 7–12, Torah (sepuluh tulah Mesir)

Postingan populer dari blog ini

Kesadaran, Evolusi, dan Takdir: Menelusuri Jejak Transendensi dalam Diri Manusia

Zikir dan Nalar dalam Satu Ruang untuk mereka yang merenung

Sebelum Segalanya: Menyingkap Misteri Awal Keberadaan