Sebab Pertama dan Kesadaran Mutlak: Menyifati Entitas Transenden

Setelah membahas tentang asal usul alam semesta dan penalaran rasional tentang sebab pertama, kita sampai pada satu pertanyaan lanjutan yang tak kalah penting: jika sebab pertama itu benar-benar ada, bagaimana kita dapat menyifatinya? Bisakah kita berbicara tentang sifat-sifat entitas yang transenden terhadap seluruh realitas?
Jawaban terhadap pertanyaan ini menuntut ketelitian, sebab kita akan bergerak pada wilayah yang melampaui dimensi pengalaman langsung, yaitu wilayah transendensi.
Kita tak bisa menjangkau yang transenden secara langsung. Namun, dari jejak ciptaan dan konsistensi semesta, akal manusia masih sanggup menelusuri sifat-sifatnya. Inilah batas yang justru menuntun: sebab pertama bukan sekadar kepercayaan, melainkan kesimpulan logis dari keberadaan itu sendiri.
Keywords : sebab pertama, entitas transenden, kesadaran mutlak, keesaan Tuhan, penalaran metafisika, argumen ontologis, akal dan iman, filsafat ketuhanan, transendensi, sifat Tuhan secara rasional.
Kesadaran: Dari Manusia ke Metafisika
Dalam pengalaman manusia, kesadaran adalah hasil dari proses biologis dan interaksi dengan lingkungan. Kesadaran manusia terbentuk, bukan ada begitu saja. Ia bergantung pada sistem saraf, otak, memori, dan stimulus dari luar.
Namun, ketika kita berbicara tentang sebab pertama yang menjadi dasar bagi segala sesuatu, kita tidak mungkin menyamakan kesadarannya dengan kesadaran manusia. Maka istilah kesadaran di sini harus dipahami secara analogis.
Konsep Kesadaran Mutlak
Jika entitas transenden ini bersifat sadar, maka kesadarannya tidak mungkin bergantung pada sesuatu di luar dirinya. Kesadaran mutlak berarti bentuk kesadaran yang:
- Tidak terbentuk oleh proses,
- Tidak tergantung pada interaksi,
- Tidak mengalami perubahan,
- Dan tidak beroperasi dalam waktu.
Kesadaran ini adalah bentuk kesadaran yang mengetahui tanpa proses berpikir, dan maujud tanpa ketergantungan. Ia bukan hasil dari realitas, tetapi justru dasar bagi semua realitas.
Batas Rasionalitas dan Transendensi
Harus kita akui bahwa rasio manusia bekerja di dalam ruang dan waktu. Rasio memahami sebab dan akibat, perubahan, gerak, dan keteraturan. Tetapi sebab pertama tidak berada di dalam tatanan ini—ia justru mendasari tatanan itu.
Karena itu, kita tidak bisa menjangkau entitas transenden secara langsung, melainkan hanya bisa menyimpulkan sifat-sifatnya secara rasional dari ciptaan dan eksistensi semesta.
Menyifati Entitas Transenden
Untuk menyifati entitas yang transenden, para pemikir metafisika menggunakan tiga pendekatan utama:
1. Via Negationis (penolakan keterbatasan)
Kita menyatakan apa yang tidak mungkin dimiliki oleh yang transenden:
- Tidak terbatas
- Tidak berubah
- Tidak bergantung
- Tidak berawal dan tidak berakhir
- Tidak materi
- Tidak tersusun
- Tidak berada dalam ruang dan waktu
2. Via Causalitatis (penalaran dari ciptaan ke penyebab)
Kita menyimpulkan bahwa penyebab harus memiliki kualitas minimal sama atau lebih tinggi dari akibatnya:
- Ada dengan sendirinya (aseitas)
- Sumber segala keberadaan
- Maha berdaya, karena menciptakan segala sesuatu
- Berkehendak, karena ciptaan tidak terjadi secara acak
- Berpengetahuan, karena ciptaan mengandung keteraturan
3. Via Eminentiae (penegasan kesempurnaan)
Kita mengambil sifat-sifat luhur dari realitas dan menyempurnakannya tanpa batas:
- Kesadaran mutlak
- Pengetahuan sempurna
- Kehendak sempurna
- Kebaikan mutlak
- Kesempurnaan absolut
Semua sifat ini tidak boleh dipahami secara antropomorfik, melainkan secara analogis—kita tahu apa yang harus ada, tapi tidak tahu bagaimana hakikatnya dalam realitas transenden.
Keesaan Entitas Transenden
Salah satu kesimpulan logis yang sangat penting adalah bahwa entitas transenden ini harus esa, bukan banyak. Ini bisa dijelaskan secara rasional sebagai berikut:
1. Tak Terbatas Tidak Bisa Dibagi
Jika dua entitas sama-sama tak terbatas, maka mereka tidak bisa dibedakan, sebab tak ada batas di antara mereka. Tapi jika mereka tak bisa dibedakan, maka sebenarnya hanya ada satu.
2. Kebergantungan Menunjukkan Ketidaksempurnaan
Jika dua entitas mutlak berbeda, maka salah satunya harus memiliki sesuatu yang tidak dimiliki yang lain. Itu berarti keduanya tidak mutlak.
3. Sebab Pertama Tidak Bisa Ganda
Kalau sudah ada satu penyebab pertama yang mencakup segala sesuatu, tidak ada ruang eksistensial bagi entitas kedua yang setara.
Maka, keesaan bukan hanya kepercayaan teologis, tetapi juga kesimpulan logis dari prinsip ketakterbatasan, kemandirian mutlak, dan keutuhan penyebab pertama.
Jejak Rasional dari Yang Transenden
Meskipun kita tak bisa menjangkau hakikat yang transenden secara langsung, kita bisa menelusuri jejaknya melalui ciptaan:
- Keteraturan alam semesta menunjukkan intelek.
- Kecenderungan makhluk pada eksistensi menunjukkan kehendak.
- Hukum alam yang stabil menunjukkan konsistensi dan kebijaksanaan.
Akal manusia mampu sampai pada kesimpulan rasional, meskipun bukan penglihatan langsung terhadap realitas transenden. Maka keyakinan terhadap entitas transenden yang esa, sadar, dan absolut bukanlah ilusi, tapi hasil penalaran yang sah.
Penutup
Dari rangkaian penalaran ini, kita menyimpulkan bahwa sebab pertama yang melandasi realitas semesta adalah entitas:
- Esa,
- Tak terbatas,
- Tidak berubah,
- Berpengetahuan,
- Berkehendak,
- Dan memiliki kesadaran mutlak.
Kita tidak menyatakan bahwa kita memahami hakikatnya, tapi kita tahu apa yang mesti ada berdasarkan rasionalitas dan konsistensi ciptaan. Dengan demikian, akal tidak melampaui batasnya, tapi ia tetap bisa menunjukkan arah yang benar.